Cerita Istri dan Terkabulnya Impian dari Menebar Kebaikan
Kisah Lemari dan Mulusnya Pernikahan
Waktu itu menjelang sore, seorang perempuan lewat di halaman kantor dewan guru. Perempuan itu tersenyum sepintas dan wajah manis itu melirik dengan ramah. Sedang saya masih berdiri di depan pintu kantor, bersama ibu asuh, membahas lirikan itu dengan kagum.Tangan kiri saya disenggol oleh sang ibu, sambil menatap dia berkata, “ Mau kau nikah dengan dia?” seketika senyum saya merekah.
Dengan entengnya saya bilang,” Sekarang jangan tanya saya, tapi tanya dia, apa mau dengan saya.”
Sang ibu asuh tersenyum, manis sekali dan berkata, “ Oke kalau begitu, nanti ibu yang atur.” demikian dialog kami sore itu.
Perjodohan pun berlanjut. Pertama saya bermusyawarah dengan keluarga sendiri; minta pertimbangan bapak dan nasehat ibu. Paling tidak saya menggambarkan profil calon istri. Biar bagaimana pun, keputusan orangtua adalah pijakan utama mau lanjut ke pernikahan atau tidak.
Apalagi latar keluarga yang agak klasik, membuat kedua orangtua amat kuat memegang tradisi. Sulit bagi kami menikah berbeda suku. Calon istri bersuku bugis, sedangkan saya suku Gorontalo. Ayah orang paling menentang, karena takut setelah menikah akan dicampakan begitu saja. Lebih baik hidup susah sesama suku, asal setia hingga akhir hayat. Kira-kira begitu prinsipnya.
“ Dia anak tentara pak. Pasti terdidik. Pastinya keluarganya bukan orang sembarang." Demikianlah percakapan kami. Ayah sangat tidak sepakat dan pernikahan saya menemui jalan buntu. Saya juga sudah telanjur kagum dengan calon istri.
Akhirnya ibu asuh, seorang guru yang juga merupakan pengurus yayasan panti asuhan Muhammadiyah, ikut turun tangan. Dia datang ke rumah menyatakan sikapnya atas perempuan yang kami tatap kala itu. Dia begitu yakin bahwa perempuan yang pernah datang ke panti asuhannya itu adalah anak baik, dan sangat layak diperistri.
Ibu asuh saya sampai berani berhadap-hadapan dengan ayah di rumah.
“Pak, baik orangnya. Dulu, dia sampai beri sumbangan lemari besar untuk panti asuhan Muhammadiyah. Lemari itu harganya bisa sampai jutaan. Dia kasih cuma-cuma. Jiwa sosialnya tinggi pak.”
Ibu asuh saya bahkan menceritakan gemarnya calon istri bersedekah. Suka berbagi kebaikan. Sebagai pendukung di lingkaran pertama, ibu asuh sudah meyakinkan bahwa nanti soal proses pernikahan, dia yang urus. Orangtua saya tenang dan siapkan diri saja.
Alhasil, orangtua saya sepakat dan pernikahan pun direstui.
Kamu bisa bayangkan kisah pernikahan saya. Hanya karena kebaikan sosial menyumbang lemari di panti asuhan, ibu asu saya tersentuh dan memilih berjuang untuk menjodohkan kami. Pernikahan pun akhirnya direstui. Seandainya bukan kesan donasi lemari itu, mungkin saja jalan jodoh bisa berubah. Wallahu A'alam, atau mungkin kisah lemari itu memang sudah jalannya kami dipersatukan.
Selalu ada yang ajaib di setiap kebaikan kecil yang kita lakukan. Itulah mengapa, harusnya kita selalu yakin bahwa siapa saja yang mau menolong agama Allah (berbuat kebaikan) maka Allah akan menolongnya dari arah yang tak disangka-sangka. Itu pasti.
“ Dia anak tentara pak. Pasti terdidik. Pastinya keluarganya bukan orang sembarang." Demikianlah percakapan kami. Ayah sangat tidak sepakat dan pernikahan saya menemui jalan buntu. Saya juga sudah telanjur kagum dengan calon istri.
Akhirnya ibu asuh, seorang guru yang juga merupakan pengurus yayasan panti asuhan Muhammadiyah, ikut turun tangan. Dia datang ke rumah menyatakan sikapnya atas perempuan yang kami tatap kala itu. Dia begitu yakin bahwa perempuan yang pernah datang ke panti asuhannya itu adalah anak baik, dan sangat layak diperistri.
Ibu asuh saya sampai berani berhadap-hadapan dengan ayah di rumah.
“Pak, baik orangnya. Dulu, dia sampai beri sumbangan lemari besar untuk panti asuhan Muhammadiyah. Lemari itu harganya bisa sampai jutaan. Dia kasih cuma-cuma. Jiwa sosialnya tinggi pak.”
Ibu asuh saya bahkan menceritakan gemarnya calon istri bersedekah. Suka berbagi kebaikan. Sebagai pendukung di lingkaran pertama, ibu asuh sudah meyakinkan bahwa nanti soal proses pernikahan, dia yang urus. Orangtua saya tenang dan siapkan diri saja.
Alhasil, orangtua saya sepakat dan pernikahan pun direstui.
Kamu bisa bayangkan kisah pernikahan saya. Hanya karena kebaikan sosial menyumbang lemari di panti asuhan, ibu asu saya tersentuh dan memilih berjuang untuk menjodohkan kami. Pernikahan pun akhirnya direstui. Seandainya bukan kesan donasi lemari itu, mungkin saja jalan jodoh bisa berubah. Wallahu A'alam, atau mungkin kisah lemari itu memang sudah jalannya kami dipersatukan.
Selalu ada yang ajaib di setiap kebaikan kecil yang kita lakukan. Itulah mengapa, harusnya kita selalu yakin bahwa siapa saja yang mau menolong agama Allah (berbuat kebaikan) maka Allah akan menolongnya dari arah yang tak disangka-sangka. Itu pasti.
"Setiap kebaikan akan selalu kembali dengan kebaikan di kemudian hari. Begitulah cara Allah membalas kebaikan manusia. Selalu di luar sangkaan dan logika hambanya."
Budaya Yasinan di rumah Kecil
Setelah menikah di tahun 2015 lalu, tentu awal-awal pernikahan kami saling mempelajari karakter-karakter satu sama lain. Baik itu cara makan, kebiasaan menu apa dan bagaimana membangun komunikasi. Kamu bisa bayangkan penyesuaian yang sulit saya lakukan adalah makan sayur bening. Saya yang terbiasa makan ikan, agak susah nelan sayur bening yang rasanya air putih dan penyedap. Itu kebiasaan istri sejak dia masih gadis. Makan sayur bening.
Bagi saya, soal makanan mungkin bisa menyesuaikan. Yang membuat saya kaget adalah kebiasaan yasinan dan berbagi kebaikan dengan sekitar. Ini di luar dugaan saya. Karena dulu saya pesimis, anak tentara seperti dia pastinya akan sulit dari pengetahuan agama. Bisa jadi didikan nasionalisme dan pancasila lebih banyak. Namun kenyatannya, setelah menikah, saya baru tahu bahwa dalam keluarganya malah lebih disiplin ibadahnya.
“Dulu, kalau sudah adzan masih menonton tivi, langsung dikejar bapak. Dapat cambuk! Ngerih!” kenang istri suatu hari, mengingat disiplinnya almarhum bapak.
Dari situ kemudian, istri saya rutin mengadakan pengajian yasinan bareng anak-anak didik yang tinggal di pondokan. Dia undang anak-anak mengaji dan dia pun memasak aneka makanan dan minuman. Paling tidak, kalau lagi capek, biasanya dia langsung pergi ke warung kue untuk membeli yang sudah jadi. Maghrib barulah pengajian dimulai dan selalu minta didoakan kebaikan dari lisan para pelajar.
Setiap 2 minggu, istri saya berusaha mengadakan pengajian Yasin bareng di rumah. Modalnya sekitar 200 ribu sampai 400 ribuan. Bagi saya pribadi, sebagai guru honorer, nilai itu cukup besar. Upah saya waktu itu hanya Rp700.000/ bulan dari profesi guru, sesuai dengan peraturan menteri Kementerian Agama. Penghasilan lain, saya biasa dapatkan dari jasa perbaikan komputer, penginstalan software, mengadakan kursus privat. Alhamdulillah cukuplah untuk makan satu keluarga kecil.
Bersyukurnya lagi,Istri saya seorang PNS. Setiap gajinya selalu disisihkan untuk kegiatan Yasin Dan bersedekah atau zakat mal. Saya pernah bertanya pada istri; mengapa sih harus yasinan rutin. Dia hanya menjawab, “bapak itu sudah sekolahkan saya tinggi-tinggi hingga jadi PNS. Saatnya saya membalas kebaikan bapak dengan mengirim doa kepadanya melalui amal kecil-kecil ini.
Dari situ saya paham bahwa, berbagi kebaikan itu tidak mengenal batas waktu, bahkan bisa niatkan untuk mereka yang telah tiada. Selain itu, kita juga tak pernah tahu, dari sekian yang kita bantu, ada doa mereka yang makbul.
Bagi saya, soal makanan mungkin bisa menyesuaikan. Yang membuat saya kaget adalah kebiasaan yasinan dan berbagi kebaikan dengan sekitar. Ini di luar dugaan saya. Karena dulu saya pesimis, anak tentara seperti dia pastinya akan sulit dari pengetahuan agama. Bisa jadi didikan nasionalisme dan pancasila lebih banyak. Namun kenyatannya, setelah menikah, saya baru tahu bahwa dalam keluarganya malah lebih disiplin ibadahnya.
“Dulu, kalau sudah adzan masih menonton tivi, langsung dikejar bapak. Dapat cambuk! Ngerih!” kenang istri suatu hari, mengingat disiplinnya almarhum bapak.
Dari situ kemudian, istri saya rutin mengadakan pengajian yasinan bareng anak-anak didik yang tinggal di pondokan. Dia undang anak-anak mengaji dan dia pun memasak aneka makanan dan minuman. Paling tidak, kalau lagi capek, biasanya dia langsung pergi ke warung kue untuk membeli yang sudah jadi. Maghrib barulah pengajian dimulai dan selalu minta didoakan kebaikan dari lisan para pelajar.
Setiap 2 minggu, istri saya berusaha mengadakan pengajian Yasin bareng di rumah. Modalnya sekitar 200 ribu sampai 400 ribuan. Bagi saya pribadi, sebagai guru honorer, nilai itu cukup besar. Upah saya waktu itu hanya Rp700.000/ bulan dari profesi guru, sesuai dengan peraturan menteri Kementerian Agama. Penghasilan lain, saya biasa dapatkan dari jasa perbaikan komputer, penginstalan software, mengadakan kursus privat. Alhamdulillah cukuplah untuk makan satu keluarga kecil.
Bersyukurnya lagi,Istri saya seorang PNS. Setiap gajinya selalu disisihkan untuk kegiatan Yasin Dan bersedekah atau zakat mal. Saya pernah bertanya pada istri; mengapa sih harus yasinan rutin. Dia hanya menjawab, “bapak itu sudah sekolahkan saya tinggi-tinggi hingga jadi PNS. Saatnya saya membalas kebaikan bapak dengan mengirim doa kepadanya melalui amal kecil-kecil ini.
“Kita tidak pernah tahu, dari lisan siapa keberkahan itu didapat. Bisa jadi di antara mereka ada doa yang makbul.” kata istri waktu itu.
Dari situ saya paham bahwa, berbagi kebaikan itu tidak mengenal batas waktu, bahkan bisa niatkan untuk mereka yang telah tiada. Selain itu, kita juga tak pernah tahu, dari sekian yang kita bantu, ada doa mereka yang makbul.
Hal Sederhana yang Membawa Keberkahan
Mungkin amal rutin istri saya tidak sebanyak yang lainnya. Tetapi saya yakin, dari hal-hal sederhana yang dia lakukan telah banyak keberkahan yang kami peroleh. Karena setiap kebaikan akan dibalas kebaikan. Manfaat terbesar yang biasa kami rasakan adalah:
Doa Sering Terkabulkan
Dengan amalan Yasin, dan sedekah/zakat, Alhamdulillah doa-doa di keluarga saya banyak yang makbul. Dulu kami sulit dapat anak. Berbulan-bulan setelah pernikahan sudah sering ditanya kabar kehamilan; baik dari keluarga maupun teman sejawat. Rasanya sangat menyakitkan soal begitu.
Akhirnya, kami perkuat tekad agar bisa dikaruniai anak. Istri saya memperkuat lewat sedekah. Ketika itu saya belum bisa berbagi karena upah saya cukup untuk kebutuhan pokok keluarga. Hasilnya, 8 bulan berikutnya, istri saya dinyatakan hamil anak pertama, bahkan anak pertama baru berusia 1 tahun lebih, istri diyantakan hamil lagi. Keberkahan itu tentu tidak lepas dari balasan Allah atas niatan saling berbagi yang dilakukan selama ini. Alhamdulillah urusan pun jadi mudah.
Sehingganya, di setiap kali ada hajatan besar, misal ada pembangunan masjid, pengeluaran rutin mengisi kotak amal Jumat, istri saya rutin mengingatkan agar jangan sampai lupa mengisi kotak amal. Jadi, kebiasaan itu membuat saya malu kalau hari jumat datang ke masjid dengan tangan kosong.
Tidak hanya itu, dengan berbagi sedekah, infaq, kita akan sering dijauhkan dari petaka atau dari orang yang niat jahat. Manfaat itu bisa kami rasakan. Ada tetangga di lingkungan kami, tempat menginapnya dibobol, laptopnya dicuri, dan uangnya hilang. Padahal lokasinya tidak jauh dari rumah kami tinggal.
Istri saya sangat yakin, amalan sekecil apapun bisa menjadi pemicu terkabulnya doa.
Sehingganya, di setiap kali ada hajatan besar, misal ada pembangunan masjid, pengeluaran rutin mengisi kotak amal Jumat, istri saya rutin mengingatkan agar jangan sampai lupa mengisi kotak amal. Jadi, kebiasaan itu membuat saya malu kalau hari jumat datang ke masjid dengan tangan kosong.
“Kalau kita rutin berbagi kebaikan, Insya Allah rezeki yang lain akan mudah masuk ke kita juga. Kita bisa jadi perantara kebaikan pada orang lain.” kata istri mengingatkan.
Tidak hanya itu, dengan berbagi sedekah, infaq, kita akan sering dijauhkan dari petaka atau dari orang yang niat jahat. Manfaat itu bisa kami rasakan. Ada tetangga di lingkungan kami, tempat menginapnya dibobol, laptopnya dicuri, dan uangnya hilang. Padahal lokasinya tidak jauh dari rumah kami tinggal.
Kadang kami bertanya mengapa tidak mengalami musibah itu. Kami pun sepakat bahwa mungkin karena sedekah kecil-kecilan yang membuat kami dihindarkan dari niat jahat orang-orang. Maka setiap kali melakukan perjalanan jauh, atau berniat tentang sesuatu, kami berusaha meski sedikit harus ada sedekah menyertai ikhtiar kami. Karena kami yakin kebaikan berbagi selalu mendatangkan banyak kemaslahatan.
Ya masih banyak manfaaat dari berbagi kebaikan. Salah satunya lagi soal terkabulnya cita-cita kalau kita suka berbagi. Saya ingat persis, suatu hari pernah bercerita pada istri tentang berniat ingin kuliah S2. Saat itu tidak punya modal cukup untuk mengurus berkas. Saya putus asa saat itu. Lalu, tiba-tiba istri saya ngasih uang modal ngurus berkas, sekaligus uang infak, diniatkan untuk mempermudah segala urusan.
Apa yang terjadi? beberapa bulan kemudian, saya mendapat email dari lembaga pengelola dana pendidikan bahwa saya lulus beasiswa S2 kuliah di Universitas Gadjah Mada. Beasiswa full Funded dan saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun biaya pendidikan dan biaya hidup.
Masih ada lagi keberkahan dari zakat atau berbagi kebaikan?
Ya masih banyak manfaaat dari berbagi kebaikan. Salah satunya lagi soal terkabulnya cita-cita kalau kita suka berbagi. Saya ingat persis, suatu hari pernah bercerita pada istri tentang berniat ingin kuliah S2. Saat itu tidak punya modal cukup untuk mengurus berkas. Saya putus asa saat itu. Lalu, tiba-tiba istri saya ngasih uang modal ngurus berkas, sekaligus uang infak, diniatkan untuk mempermudah segala urusan.
Apa yang terjadi? beberapa bulan kemudian, saya mendapat email dari lembaga pengelola dana pendidikan bahwa saya lulus beasiswa S2 kuliah di Universitas Gadjah Mada. Beasiswa full Funded dan saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun biaya pendidikan dan biaya hidup.
kawan, begitulah manfaat berbagi kebaikan yang bisa diperoleh. Amalan sekecil apapun, jika kita yakin, selalu akan mendatangkan keberkahan, mendapatkan kemudahan dalam hidup dan pasti ada balasan setimpal dari sang pencipta jagat raya ini. Kini, giliranmu membuktikan ajaibnya berbagi kebaikan. Bismillah!
Lalu, bagaimana Berbagi di tengah Musibah dan Pembatasan Sosial?
Dengan dunia yang semakin serba digital, berbagi kebaikan pun semakin mudah. Kita tidak perlu jauh datang ke lembaga sosial untuk melaksankan niat baik. Sekarang dengan bermodalkan gawai, kita sudah bisa berbagi kebaikan. Jika punya saldo digital di kartu rekening, sudah bisa langsung berdonasi.- Ambil gawaimu dan buka situs donasi.dompetdhuafa.org
- Selanjutnya kamu bisa memilih tipe donasi. Ada banyak pilihan.
- Pilihan donasi yang bermacam-macam. Ada untuk kegiatan Islam, ada untuk bencana dan ada khusus zakat. Hal ini mempermudah pengelolaan dana para donatur. Insya Allah sesuai peruntukannya.
- Misalnya kamu mau memberi zakat, di sana bakal ada pilihan zakat apa. Pilihan ini tentu membuat kita lebih nyaman dan tahu kemana nanti donasi kita akan dipakai.
- Pilihan Metode Transfer yang Beragam baik via Bank maupun e-wallet
Punya Saldo Belanja di toko online, bisa langsung donasi ke DompetDhuafa
Biasanya kalau ada saldo belanja di dua akun toko online, kamu bisa cari layanan Dompet Dhuafa Official. Tinggal donasi dan konfirmasi saja paket amal kebaikan yang ada dalam katalog.
Berzakat atau donasi lewat Dompet Dhuafa karena Kredibilitasnya
Bagi saya, alasan mengapa memilih lembaga donasi yang tepat adalah soal keyakinan tersampainya donasi kita pada hal yang dituju. Dompet Dhuafa secara historis adalah lembaga yang berperan aktif dalam segala macam donasi di Indonesia. Donasi kita pun disalurkan sesuai kriteria yang kita pilih dan dompet Dhuafa akan menyalurkannya sesuai amanah para donatur.
Ketika kita memilih donasinya untuk bencana misalnya, maka bantuan itu akan dilakukan berdasarkan kategori donasi. Itulah di awal ketika berdonasi, kita diminta memilih kategori agar amal kita diperuntukan sesuai arahan. Akhirnya hati aman dan berdonasi pun nyaman. Akhirul qalam, semoga kamu adalah orang selanjutnya yang membuktikan ajaibnya berbagi kebaikan di sekitar. ...Amin. Amin..