Nasib Abang Bentor di Tengah Ancaman Virus Corona 19
Saat teman saya lelah menarik bentornya, saya kemudian mengambil alih bentor sekadar mencari uang jajan.
Itulah mengapa saya tahu persis bagaimana kondisi abang bentor saat mereka berhenti bekerja walau sehari.
Sebagian bentor yang ada di Gorontalo, berasal dari utang kredit.
Biasanya mereka punya modal hanya kepala bentor saja, dan menarik motor di dealer untuk memasangnya menjadi Bentor utuh.
Dari situ kemudian, angsuran bulanan motor pun dicicil.
Cicilan motor kurang lebih 3 tahun dengan besaran 600 sampai 900 ribu per bulan.
Itu artinya, dalam sehari mereka harus mendapatkan penghasilan 30 ribu perhari untuk mencapai target setoran bulanan.
Dalam hitungan sederhana, 30 ribu per hari maka penghasilan mereka mencapai 900 ribu per bulan.
Lalu bagaimana dengan biaya makan mereka? Mereka harus mengisi urusan dapur, beras 2 liter sehari dengan jumlah anggota keluarga 4 orang.
Komposisinya ayah dan ibu ditambah dua nak. Beras 1 liter mencapai 11 ribu, itu artinya untuk beras mereka harus punya penghasilan tambahan 22 ribu rupiah sehari.
Belum lagi harus beli lauk, tidak mungkin mereka hanya makan beras dengan air garam, tentu berusaha mencari dana untuk beli sayur atau ikan, dengan biaya 10 ribu bisa dapat 3 sampai 4 ekor ikan kecil.
Ini hanya simulasi hitungan sederhana. Jadi, total biaya makan 32 ribu per hari.
Kalau semua dihitung, setoran bentor 30ribu + biaya makan 32 ribu x 30 hari = Rp.1,860,000. Jadi, total penghasilan yang harus dicapai kurang lebih 1,8 jutaan.
Hasil itu hanya hitungan sederhana saja. Jika sekiranya upaya pemberhentian total aktivitas di lapangan, maka akan ada bencana baru selain Corona, bencana kelaparan terjadi di wilayah Gorontalo.
Lalu, pemimpin mana yang menengok rakyatnya yang akan kelaparan saat wabah Corona ini berlangsung? Tentu kita tidak tahu, yang mana pemimpin yang akan bersedia melakukan itu.
Meskipun begitu, Mari kita berkaca dengan kasus yang terjadi di Mayalsia saat mereka bernar-benar Lockdown. Akibatnya rakyat sampai kelaparan gara-gara kebijakan itu.
Abang becak yang kesehariannya menggantungkan hidupnya dari penumpang wisata, kini harus kelaparan dan tentu arah hidupnya makin buram.
Berharap meminta makan di luar rumah, mereka malah dituntut untuk berdiam diri di rumah.
Saya sendiri sedih melihat, dalam berita online Gorontalo, bahkan imbauan untuk di rumah sudah pada level mengancam.
Seperti dikutip media Kronologi, Polda Gorontalo bahkan mengancam akan memidakan orang yang tidak patuh di Karantina, atau di rumah.
Ancaman yang dikenakan kurungan 6 bulan dan denda 500 ribu, begitu bunyi pasal 14 ayat (2) UU No.4 1984 tentang wabah penyakit menular.
Sementara UU No 6 tahun 2018, pasal 93 mengancam akan mengenakan denda hingga 1 juta dan kurungan 1 tahun penjara.
Ancaman hukuman di atas tentu sangat berat. Lalu bagaimana dengan nasib kehidupan mereka?
Untuk para pemimpin di Gorontalo, saya sebagai pelajar, sungguh mengingatkan dan mengajak bapak ibu pemangku kebijakan, mungkin bisa memikirkan nasib mereka yang menggantungkan hidup dari rejeki harian.
Tidakkah bapak ibu malu, jika suatu daerah ada yang kelaparan sementara di antara kita ada sekelompok orang yang masih berlebihan makanan mengunci aman di rumah.
Para pemimpinku di Gorontalo, saatnya membuktikan pada rakyatmu bahwa Anda adalah Umar bin Khattab di zaman ini, Umar yang rela memikul gandum ke rumah rakyatnya hanya karena mendapati malam hari di sebuah rumah masih ada yang menangis kelaparan.
Kini, gunakan kekuasaan yang ada di tangan bapak ibu, untuk menyelamatkan nasib rakyat. Saya sebagai pelajar hanya bisa menyambung lidah saja. Saya tidak punya kekuasaan dan jabatan seperti halnya bapak ibu sekalian.
Mari kita berkaca ke daerah Boalemo. Meski di tengah wabah Corona, Boalemo termasuk salah satu daerah yang belum mengunci total aktivitasnya.
Sekolah tetap diaktifkan dan pegawai tetap masuk. Mereka akan melawan Corona dengan tetap beraktivitas sambil terus berupaya untuk melawannya dengan cara melakukan pencegahan dan edukasi. Meski kita tahu itu beresiko tinggi.
Mungkin tidak ada pilihan lebih baik. Bisa jadi daerah Boalemo belum punya uang menampal kehidupan rakyatnya yang masih butuh uluran tangan.
Bisa jadi juga, kebijakan itu adalah langkah yang bisa menyalamatkan rakyat dari kelaparan, agar abang bentor dan aktivitas ekonomi tetap jalan.
Saya sendiri mungkin hanya bisa memberikan solusi. Pertama, mungkin dihimbau kepada bank, koprasi, atau lainnya yang berhubungan dengan utang, sekiranya menunda penagihan sementara waktu selama wabah ini benar-benar berhenti.
Mungkin juga himbauan itu bisa secara tersurat yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa. Dengan begitu, para abang Bentor yang susah masih bisa menyelamatkan dapur mereka.
Setidaknya mereka masih bisa bertahan hidup. Kedua, bisakah pemerintah daerah memberikan konpensari kepada buruh harian yang tidak beraktivitas selama wabah Corona, apalagi sudah lockdown.
Jika daerah terlampau miskin untuk menanggung subsidi untuk meringankan ekonomi mereka, maka pemerintah daerah bisa menginisiasi gerakan masyarakat hartawan melalui jalur kekuasaan untuk menggalang donasi bersama.
Penyaluran bisa dilakukan oleh dinas sosial atau organisasi sosial yang bergerak di bidang kemanusian.
Saya sudah mendengar, di Yogyakarta, ada organisasi sosial sudah bergerak membantu pada driver ojek yang menggantukan harapan dari pendapatan harian.
Para driver ojol mendapatkan donasi via aplikasi ovo dan aplikasi uang digital lainnya. Itu di Jogja dan kota besar lainnya.
Selain itu, pemerintah secara nasional sudah menghimbau untuk tidak melakukan penagihan selama setahun saat wabah Corona. Maka daerah pun harusnya mempertegas regulasi itu melalui surat edaran resmi.
Saya rasa abang bentor Gorontalo pun sama, layak untuk diperhatikan. Mereka juga sama dengan Driver ojek online yang ada di pulau Jawa sana.
Di antara abang Bentor, tentu masih ada yang mengejar setoran harian, ada yang harus membiayai makan keluarganya, ada yang harus membiayai anak yang akan lulus kuliah dalam waktu dekat.
Sementara pendapatan harian mereka tersumbat oleh isu Virus Corona.
Saya kira, inilah waktunya para pemimpin daerah dan hartawan Gorontalo bersatu untuk menolong setiap denyut kehidupan para abang Bentor.
Mari bersama kuatkan gotong royong, selamatkan buruh harian yang selama ini menjadi jasa pelayanan transportasi daerah. Salam dari saya, mantan abang bentor yang kini menempuh studi di Yogyajarta.
Idrus Dama
Yogyakarta, 26 Maret 2020