Manuver Kabur dari Rombongan di Bali
Agenda jalan-jalan di acara Sail Raja Ampat sangat terbatas. Kami hanya diizinkan jalan-jalan di tempat tertentu saja. Padahal maunya jalan-jalan di banyak tempat.
Hal lainnya yang membuat saya sedikit "Kecewa" lagi kalau mau jalan ke suatu tempat sering dikawal sama tentara. Terasa seperti anak kecil harus dibimbing agar jalan ke arah yang benar. Hehehe...
Hal lainnya yang membuat saya sedikit "Kecewa" lagi kalau mau jalan ke suatu tempat sering dikawal sama tentara. Terasa seperti anak kecil harus dibimbing agar jalan ke arah yang benar. Hehehe...
Saat itu kami jadi mikir. Gimana sih manfaatin waktu singkat tapi tetep bisa jalan-jalan. Pikiran gila ini bejibun di otak kami.
"Boleh ngak sehari kita jelajahi Bali?"
"Ah, satu hari di Bali Ngak cukup, paling hanya bisa dua tempat trus habis waktu" seorang teman Bali menjelaskan.
Akhirnya, We break the rules. Kami kabur dari rombongan. Kami ngak pamitan sama Kepala Satuan Tugas Kapal Pemuda Nusantara.
Kami sepakat. Rute perjalanan pun disusun. Agenda kabur baru akan dilakukan siang nanti. Jam 8 pagi sampai jam 12 siang kami masih ikut jalan bersama Rombongan bermain dan berfoto ria di Bajra Sandi. Sebuah monumen ini dikenal sebagai simbol perjuangan rakyat Bali. Monumen ini cukup tinggi, dan meruncing ke atas. Dari jauh terlihat seperti keris.
Menurut informasi yang saya kumpulkan, anak tangga di monumen ini ada 17 anak tangga, dan 8 tiang agung yang berada dalam monumen. Saya tidak sempat mengihitungnya. Capek. Saya cari aja datanya di internet. Hehe..
Lebih lanjut, monumen yang didirikan pada tahun 1987 ini diresmikan oleh Megawati, yang ketika itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada 14 juli 2003.
Lebih lanjut, monumen yang didirikan pada tahun 1987 ini diresmikan oleh Megawati, yang ketika itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada 14 juli 2003.
Saya dan teman-teman sangat menikmati foto di monumen ini. Selain suasana siang itu begitu cerah dan langit biru bersih dari awan, monumen ini digratiskan buat kami peserta Kapal Pemuda Nusantara. Ya namanya juga duta daerah. masa bayar sih... hehhe... peace...!!
Siang yang dinanti telah tiba. Persengkongkolan dimulai. Operasi kabur sudah diatur oleh teman kami, yang merupakan penduduk asli Bali.
Mobil sudah siap membawa kami kemanana pun yang kami tuju. Keputusan kelompok, kaburnya ke Garuda Wisnu Kencana. Pertama kali saya mendengar GWK, saya pikir GBK, Gelora Buang Karno. Tapi, setibanya di depan gerbang langsung senyum-senyum sendiri.
Mobil sudah siap membawa kami kemanana pun yang kami tuju. Keputusan kelompok, kaburnya ke Garuda Wisnu Kencana. Pertama kali saya mendengar GWK, saya pikir GBK, Gelora Buang Karno. Tapi, setibanya di depan gerbang langsung senyum-senyum sendiri.
"Oh bo ini GWK ini, bo Garuda Wisnu Kencana" bisik saya pelan.
Kami turun dari mobil dan langsung ganti pakain. Kostum Kontingen kami tanggalkan sejenak. Sebab, nanti ketahuan kabur dari kontingen.
Kami pun berubah menjadi warga sipil yang sedang liburan. Tiket Masuk Garuda Wisnu Kencana Rp.50.000. No discont, jadi meski jalan bergerombol, bayarnya tetap sama. Kirain ada nego-nego. Tapi, it's okey... Namanya juga Travelling. Ya harus mengeluarkan budget-lah.
Kami pun berubah menjadi warga sipil yang sedang liburan. Tiket Masuk Garuda Wisnu Kencana Rp.50.000. No discont, jadi meski jalan bergerombol, bayarnya tetap sama. Kirain ada nego-nego. Tapi, it's okey... Namanya juga Travelling. Ya harus mengeluarkan budget-lah.
Setelah semua siap, kami masuk beramai-ramai. Baru beberapa langkah memasuki Arena GWK, kami langsung disambut dengan lantunan musik yang syahdu. Sebuah instrumen yang mengingatkan kita gemercik air yang jernih, dan kicau burung di pagi hari. Terasa kita dibawa ke alam kampung.
Saya jadi penasaran. Dimana sumber suaranya. Lagian, dinding-dining GWK rapat dari bentuk bukit kapur. Setelah berupaya keras, ternyata di setiap sudut bukit kapur terselip sebuah sound sistem. Melihat ini, saya jadi ingat di kampung saya, Pohuwayama. Kampung saya juga bukit kapur. Sama dengan Bali ini. Tapi apa yang membedakan?
"Bali memang kreatif. Itu saja modal mereka!" Saya menebak. Lagian, jika dilihat dari lokasi dan tempatnya, Bali biasa-biasa saja. Yang membedakan adalah kreatifitas orang Bali. Menjadikan sesuatu yang nampak biasa-biasa menjadi luar Biasa.
Coba bayangkan, siapa yang sempat berpikir untuk buat patung raksasa di atas bukit, buat apa? Mungkin sebagian orang akan mengatai, "Ah Gila, buat apa-apa buang-buang duit". Tapi siapa yang menyangka, Patung raksasa Wisnu Kencana itu kini menjadi populer di dunia.
Coba bayangkan, siapa yang sempat berpikir untuk buat patung raksasa di atas bukit, buat apa? Mungkin sebagian orang akan mengatai, "Ah Gila, buat apa-apa buang-buang duit". Tapi siapa yang menyangka, Patung raksasa Wisnu Kencana itu kini menjadi populer di dunia.
Sekarang barulah saya menyadari. Betapa potensi daerah saya banyak yang tidak diseriusi untuk digarap. Padahal, jika dibandingan, kondisi tanah Bali dan Gorontalo, daerah Gorontalo punya daerah yang luas dan masih "Perawan".
Perjalanan berlanjut...
Sebelum berfoto di Patung raksasa dewa Wisnu, kami menengok sejenak para penari yang sedang bersiap-siap tampil. Sayang, untuk foto saya yang ini ada di kamera teman. Belum sempat minta.
Ekspedisi budaya di Garuda Wisnu Kencana selesai. Perjalanan berlanjut menuju pantai Pandawa. Di pantai ini, kami menemukan deretan patung di sepanjang jalan menuruni Pantai Pandawa.
Saya kurang paham apa saja nama-nama patung yang berjejer itu. Yang jelas, itu semuah punya nilai historis dan sakral kata teman saya orang Bali itu.
Saya kurang paham apa saja nama-nama patung yang berjejer itu. Yang jelas, itu semuah punya nilai historis dan sakral kata teman saya orang Bali itu.
Saat mau turun, kami menyaksikan ada papan larangan bertuliskan larangan untuk melakukan hubungan seks di areal pantai.
"Lah, tadi saya sebelum turun lihat orang ciuman!"
Wah, Kalau ketahuan pasti ditangkap tuh. Tapi, untuk apa? saya tidak berurusan dengan mereka. Saya di sini mau jalan-jalan, bukan mau cari masalah.
Sekitar 1 menit kemudian kami tiba di pesisir pantai. Sebagian teman saya bawa pakain ganti. Karena memang mereka berniat mandi. Kalau saya, hanya berniat berfoto-foto saja. Mandi mah sama saja, di Gorontalo juga punya laut. Rasanya pun sama, Asin. Hehe....!!
Sekitar 1 menit kemudian kami tiba di pesisir pantai. Sebagian teman saya bawa pakain ganti. Karena memang mereka berniat mandi. Kalau saya, hanya berniat berfoto-foto saja. Mandi mah sama saja, di Gorontalo juga punya laut. Rasanya pun sama, Asin. Hehe....!!
Agenda saya apa? ya foto-foto dan makan. Saya ingatkan kepada teman-teman muslim. Bali adalah daerah mayoritas non muslim.Jadi harus hati-hati memilih makanan. Tapi, warga Bali sadar kok. Kalau muslim pasti dikasih tahu, kalau ini halal tau tidak.
Karena penasaran, saya bertanya kepada seorang teman cewe Bali.
'Mbak, untuk membedakan mana pedagang Muslim dengan non muslim gimana?"
"Tuh!" tangannya menujuk pure kecil yang tergantung di sudut rumah. 'Biasanya itu penandanya. Kalau muslim mana ada yang gantung begitu. Jadi, tinggal lihat itu saja!"jelasnya.
Ahh...!! Puas rasanya jalan-jalan. Saatnya pulang. Matahari mengeluarkan semburat cahaya merah saga. Kami pun berangkat meninggalkan Pantai Pandawa menuju Palabuhan Benoa, tempat kapal Republik Indonesia- Surabaya berlabuh.
Setibanya di Kapal KRI Subaya kami dihukum sebagai imbalan kabur dari Rombongan. Kami nikmati segala hukumannya. Asalkan jalan-jalan sudah terlaksana.
"Saya salut dengan kalian. Kalian memang kreatif. ya kretatif dalam segala hal. Baik di bidang keburukan dan kebaikan!" Semprotnya ganas dan pergi meninggalkan kami.