Setangkai Bunga dan Kitab Rindu Karya Kelas Menulis Puisi
BUNGA PENGGANTI
Oleh : Yuneet Senjakala
Kini malam hujan turun
lebat, membasahi pepohonan
air menetes di celah dedaunan
rindukan kekasih hati dalam ratapan
sedalam masa lalu yang tergugah
kisah hitam yang ada di titian perjalanan
di deburan ombak kehidupan
meski tampak merah dalam marah
dulu,
riang dalam tawa
duka dalam derita
susah dan bahagia
sama-sama kita rasa
kini, tinggal aku sendiri
dalam diamku yang merindui
dengan masa yang silih berganti
yang tak kan mungkin kembali lagi
harus ku relakan
dan harus ku lepaskan
rasa yang mengikat jiwa
belengguan asmara kisah lama
; aku dan dia
kini,
ku temukan bunga penganti
bunga yang kini bersemi di taman hati
dialah kekasih yang selalu memahami
dalam situasi dan kondisi yang ku lalui
; terimakasih Dhea
Tanjungkarang,Lampung 09.12.2014
HUJAN DAN KITAB KENANGAN
Oleh: Ema Mahfudloh (Sri Bintun Nahl)
Hujan,
Ingatkah dirimu
Pada bulan-bulan lalu
Bulan bertambahnya angka umurku
Untuk bertemu, dia yang mungkin ku rindu
Hujan,
Kau temani aku
Menunggu dia menyapaku
Dan kau paksa aku kan, hujan?
Agar aku segera melangkah, melawan malu
meski sendu dan pilu menggebu
Tuk menemui
dia, yg sedari tadi menunggu
aku yakin kau tau, hujan,
Aku malu beribu malu
Dan mungkin aku rindu
Hujan,
Sore itu,
Waktu yang indah nan sendu
Ia dekat dalam diamku
Namun ku kelu
Pilu menyambangiku
langkahku membeku
Bagaimana aku mampu
Bertemu dia, yang selalu ku ceritakan padamu
Dan kau tau kan hujan,
Ia berani memintaku bertemu
Tuk pertama kali, sekaligus pembatas waktu
Karena jarak terbentang kan segera bertalu
Dalam ragu, malu, pilu, dan senduku
Teriring do’a menyertai langkah kaku-ku
Ia tersenyum menyambangiku
Ah, hujan
Sudahlah, aku tak mampu
Bersenandung masa lalu
Terlalu indah tuk lupakan kisahmu
Terlalu pilu tuk diramu padu
Terlalu indah dan sendu, hujan..
Terlebih, setelah kado teruntuk nama-ku
mendendang sepucuk surat, kepingan CD, dan
Kitab Hikam tersenyum padaku
Kitab indah yg melegenda, yang kini berteman denganku
sampaikan salamku, hujan
meski hanya sebatas salam seorang kawan
untuknya, yang tengah menuntut ilmu di Yaman
Pekalongan, 09 Desember 2014 Ema Mahfudloh
CERITA TANAH DAN RUMPUT HUJAN
Oleh : FARAH RIZA
Dengarlah hei kawan
Berbilang bulan telah kulalui
Seorang diri di kesenyapan
Terasing bersama bilur-bilur letih
Sejak awal musim lalu engkau pergi
Tanpa pesan tanpa ucap
Hanya tertinggal helai demi helai serabut menyerpih
Lalu angin menerbangkanmu hingga lenyap
Tiada jubah berwarna zamrud itu lagi
Siangpun menyengat membara di tubuhku
Dan dingin malam menusuk bagai duri
Kini ragakupun berpeluh debu
Dengarlah hei kawan
Tubuh ini meretak tersakiti
Kering kerontang tak menawan
Berkeluh kesahpun tiada arti
Satu musim segera berganti
Menanda hitam pekat di atas awan
Ada harap tersirat dari sebongkah hati
Akan ada akhir dari penantian
Tetes-tetes kristal perlahan membasahiku
Melembabkan kulit yang telah lama pucat pasi
Sabar kumenanti terajutnya kembali serabutmu
Biar menjelma jadi jubah pelindung tubuh ini
Kini tetes-tetes kristal bernama hujan itu kerap datang
Penuh syukur kutengadah pada Illahi
Saat kau, hai rumput berwarna zamrud, kembali terbentang
Menghijjaukan tubuh pucatku selayaknya permadani surgawi